Film “Innocence of Muslims” yang diproduksi di Amerika Serikat, membuat marah umat Islam di dunia. Tapi, ketidak-senangan atas penistaan agama yang ditunjukkan film tersebut, tidak harus dilakukan dengan cara-cara yang anarkis. Aksi protes sebaiknya dilakukan dengan cara-cara yang lebih cerdas dan elegan.
Demikian pendapat yang dikemukaan oleh Dewi Perssik. Bersama sejumlah artis Indonesia yang tergabung dalam International Peace Ambassadors (IPA), perempuan bernama asli Dewi Muria Agung itu melakukan aksi damai mengecam beredarnya film yang menista Islam dan Nabi Muhammad tersebut.
“Film ini bisa memicu permusuhan dan konfrontasi antara agama dan budaya di dunia. Kami mengecam beredarnya film tesebut. Ini tidak hanya sekedar ikut-ikutan, tapi karena nasionalisme sejati yang cinta dan ingin mempertahankan Indonesia,” ujar artis yang akrab disapa Depe itu kepada politikindonesia.com, usai melakukan aksi damai di Jakarta, Selasa (18/09).
Di beberapa negara, protes atas beredarnya film ini telah merenggut banyak nyawa. Di Benghazi, Libya, Duta Besar AS untuk Libya dan 3 warga AS lainnya jadi korban protes brutal tersebut. Di Kairo, gelombang protes menyebabkan ratusan pendemo dan polisi luka-luka. Di negara Timur Tengah lainnya, sejumlah orang tewas akibat bentrok dengan aparat keamanan setempat saat protes berlangsung. Beruntung di Indonesia, meski sejumlah aksi protes sempat ricuh, tapi tidak sampai merenggut nyawa manusia.
Oleh karena itu, perempuan kelahiran Jember 18 Desember 1985 itu mengajak agar jika melakukan aksi protes, hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang lebih cerdas dan elegan. “Kita bisa mengirimkan nota protes kepada youtube untuk menghentikan atau memblokir film tersebut,” terangnya.
Kata Depe, aksi damai yang digelar artis yang tergabung dalam IPA ini karena menganggap film tersebut menimbulkan permusuhan antar umat beragama di dunia. Film tersebut harus dihentikan penyebarannya. Mereka juga mengirimkan surat protes atas beredarnya film tersebut ke kedutaan besar Amerika Serikat.
Kepada Elva Setyaningrum, Depe menjelaskan tanggapannya terhadap film garapan Nakoula Basseley Nakoula, seorang warga Amerika berdarah Mesir-Yahudi itu. Berikut petikan wawancaranya.
Apa tangggapan anda terhadap beredarnya Film Innocence of Muslims?
Saya hanya manusia biasa. Rakyat biasa, seorang seniman dan juga seorang muslim. Film tersebut menyakiti perasaan umat muslim. Film tersebut memprovokasi dan menyebarkan kebencian terhadap salah satu agama. Penyebaran film murahan tersebut harus dihentikan.
Sudah selayaknya film tersebut mendapat kecaman luas. Akan tetapi, dalam melakukan protes terhadap film tersebut jangan sampai melakukan tindakan anarkis, kekerasan dan adu otot. Kecamlah dengan cara-cara yang elegan. Jangan sampai ada kebencian terhadap sesama.
Apa anda sudah menonton film itu?
Saya tidak mau menonton secara keseluruhan. Saya sempat menonton thriller-nya dan mendengar banyak komentar orang soal film ini. Saya merasa film itu tidak pantas untuk ditonton. Saya ini orangnya tidak tega. Dari pada terpancing kemarahan nanti, lebih baik saya tidak menonton film tersebut.
Apa reaksi Anda melihat thriller film tersebut?
Prihatin dengan cara mereka mengolok-olok sosok yang dimuliakan oleh umat Islam. Tapi saya hanya tersenyum dalam hati sambil berdoa pada Tuhan semoga orang yang membuat dan berperan dalam film tersebut dibukankan pintu hatinya. Semoga mereka diberikan hidayah.
Menurut keyakinan agama saya, yang namanya setan itu pasti membenci sesuatu yang sifatnya kesatuan. Jadi intinya, bagaimana sikap kita dalam menyikapi suatu hal yang bersifat kebencian antara sesama dengan cara-cara yang wajar.
Tindakan apa yang Anda lakukan untuk mengecam film tersebut?
Saya bersama IPA meminta kepada masyarakat Indonesia untuk tidak terpancing dengan provokasi yang dilakukan film berjudul “Innocence of Muslims” itu. IPA juga mengirimkan surat protes kepada pemerintah AS. Kami meminta Presiden AS Barack Obama agar memperjuangkan kehadiran undang-undang anti penodaan agama di negaranya. Agar setiap orang yang melakukan penodaan agama dapat ditindak secara hukum. Kebebasan berekspresi tidak bisa bebas – sebebas-bebasnya.
Selain itu, IPA juga mendesak Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) agar merancang sebuah konvensi dan aturan mengenai penodaan agama agar simbol agama jangan disalahgunakan dan diperalat untuk mengadu domba manusia di dunia.
Sedangkan kepada Google Inch dan Youtube, kami meminta agar film penodaan agama tersebut segera dihapus dari laman mereka. Google Inch dan Youtube jangan jadi fasilitator tidak langsung terhadap penodaan agama.
Di beberapa negara, protes cenderung anarkis. Di Indonesia, pendemo juga sempat bentrok dengan aparat, bagaimana anda melihat ini?
IPA menyerukan kepada masyarakat internasional agar tidak membalas tindakan penodaan terhadap agama tersebut dengan cara-cara yang anarkis. Apalagi sampai menelan korban jiwa seperti yang terjadi di Timur Tengah. Kami mengimbau masyarakat agar melakukan protes dengan cara-cara yang elegan. Jika sampai terjadi anarkisme, yang rugi kita sendiri.
Kami juga meminta kepada pembuat film tersebut dan kelompoknya untuk segera meminta maaf kepada seluruh umat beragama pada umumnya dan muslim khususnya, dan berjanji tidak melakukannya lagi.
Adakah gerakan lanjutan yang akan dilakukan IPA?
Kami tengah membuat sebuah nota protes yang akan dikirimkan pada Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia. Nota protes tersebut akan berisi beberapa poin, di antaranya meminta Presiden AS, Barack Obama membuat Undang-Undang tentang penodaan agama. Meminta mereka juga mendesak Google dan Youtube menutup akses terhadap film tersebut.
Bagi saya, film itu sungguh ekstrem dan diluar batas. Freedom of expression mengakibatkan hal-hal seperti ini terjadi di AS. Kalau tak ada aturan soal ini, AS sendiri yan akan kena imbasnya karena menjadi sasaran kebencian muslim dunia. Sebaiknya kejadian ini dijadikan pelajaran bagi pemerintah AS sendiri. Ini merupakan pelajaran psikologi bagi dunia barat untuk mempelajari karakter Islam.
Terhadap pembuat film tersebut, apa yang Anda inginkan?
Sebaiknya Pemerintah AS menghukum sutradara, kru dan semua yang terlibat dalam film tersebut. Kalau pemerintah AS ada keseriusan untuk menjaga kerjasama dan melindungi hubungan antar bangsa dan negara, tentunya mereka akan menyikapi dengan cara menghukum mereka.
Saya sebagai muslim juga mengajak umat muslim agar tidak terprovokasi. Saya tidak ingin membesarkan masalah, karena menurut saya, provokasi itu tidak baik. Hal itu yang harus bisa kita antisipasi. Selain itu, buat Polri, saya berharap bisa memberikan pengamanan yang optimal, bukan saja di ibukota tapi juga di daerah-daerah di seluruh Indonesia yang juga banyak muncul protes terkait film ini.
Menurut Anda, apa motif dibalik pembuatan film tersebut?
Kalau ditanya soal apa motif, saya tidak bisa menjawab. Saya bukan orang politik. Peristiwa ini seperti kejadian sebelum-sebelumnya yang sudah sering terjadi. Bagi saya, peristiwa ini bukan suatu hal yang perlu dibesar-besarkan. Cukup kita menjadi seorang yang intropeksi diri untuk menjadi orang yang lebih baik. Jangan sampai kita terkecoh antara peristiwa satu dengan yang lain yang juga mengatasnamakan agama.
Para kru dan artis film ini mengaku dijebak oleh sutradara dan produsernya, anda percaya?
Bagi saya, tidak mungkin ada kata terjebak. Tapi saya tidak bisa mengatakan, apakah mereka bohong atau tidak. Logika saja. Seorang artis, sebelum terlibat dalam peran di sebuah film, pasti terlebih dahulu mempelajari skenario film itu. Jadi kalau mereka mengatakan terjebak, buat saya pribadi itu hanya alasan kamuflase saja.
Karena saya sebagai seorang pemain film akan melakukan hal yang saya sebutkan tadi, membaca skrip itu terlebih dahulu saat akan menerima pekerjaan peran itu. Bagi saya, peran dan jalan cerita film tersebut penting untuk mempertimbangkan apakah saya akan menerima atau menolak tawaran peran tersebut.
Karya seni dan kebebasan berekspresi jadi dalih dan pelindung tindakan pelecehan ini, bagaimana pendapat anda?
Membuat film memang hak setiap orang, tapi jangan dipergunakan untuk melecehkan agama orang lain. Film seharusnya menjadi sarana hiburan dan perdamaian, bukan menjadi alat propaganda dan provokasi untuk mengadu domba. Kebebasan berekpresi adalah sesuatu yang sah, tapi tidak untuk merugikan orang lain, apalagi agama orang lain. Karena hal ini bisa mengundang kebencian antara satu dengan yang lainnya.
Sebenarnya untuk mengekspresikan sesuatu bisa dengan apa pun. Seseorang bisa dikatakan seniman yang ingin memberikan sesuatu karya itu cukup dengan inspirasi yang sifatnya cinta kasih dan perdamaian yang positif. Bukan yang menimbulkan suatu kebencian yang bisa menimbulkan permusuhan antar sesama.
© Copyright 2024, All Rights Reserved